top of page

Memahami EUDR: Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia Wajib Siap Hadapi Regulasi Ekspor Uni Eropa

EUDR Mebel dan Kerajinan

JAKARTA, 8 Juni 2025 – Pelaku industri mebel dan kerajinan di Indonesia, khususnya yang berorientasi ekspor ke Uni Eropa (EU), diimbau untuk segera mempersiapkan diri secara komprehensif menghadapi implementasi EU Deforestation Regulation (EUDR). Regulasi ini menjadi kunci penting untuk menghindari hambatan non-tarif di pasar Uni Eropa, memastikan produk Indonesia tetap kompetitif dan berkelanjutan.


Inti Kebijakan EUDR dan Produk Terdampak

EUDR telah mulai berlaku sejak 30 Juni 2023. Namun, kewajiban kepatuhan penuhnya akan diterapkan secara bertahap:

  • Untuk perusahaan besar di Uni Eropa, kewajiban ini berlaku mulai 30 Desember 2025.

  • Sementara itu, bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Uni Eropa, kepatuhan penuh dimulai pada 30 Juni 2026.

Tujuan utama EUDR adalah melarang produk yang berkontribusi terhadap deforestasi dan degradasi hutan memasuki pasar Uni Eropa. Regulasi ini mencakup berbagai komoditas, di antaranya:

  • Kayu (wood)

  • Furnitur dan produk turunannya

  • Karet, kakao, kopi, kedelai, minyak sawit, dan beberapa komoditas lainnya.


Persyaratan Utama EUDR: Fokus pada Ketertelusuran

Ada dua persyaratan krusial yang harus dipenuhi eksportir berdasarkan EUDR:

1. Due Diligence Statement (DDS)

Eksportir wajib memberikan bukti bahwa produk yang dikirimkan:

  • Tidak berasal dari deforestasi: Artinya, lahan sumber bahan baku tidak mengalami deforestasi setelah 31 Desember 2020.

  • Legal: Bahan baku diperoleh sesuai dengan hukum negara asal (Indonesia).

  • Tertelusur hingga lahan asal (geolocation): Lokasi spesifik sumber bahan baku harus dapat diidentifikasi.

2. Traceability (Ketertelusuran Bahan Baku)

Ketertelusuran ini mengharuskan eksportir untuk menyediakan geolokasi lahan asal kayu atau sumber bahan baku lainnya. Minimal, koordinat GPS lahan tempat kayu ditebang atau sumber bahan baku wajib disertakan. Persyaratan ini juga berlaku untuk kayu yang telah memiliki sertifikasi legalitas seperti SVLK.


SVLK dan Sertifikasi Lain: Penting, Namun Belum Cukup

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sangat krusial dalam membuktikan legalitas kayu sesuai hukum Indonesia. Namun, SVLK sendiri belum secara otomatis memenuhi persyaratan bebas deforestasi dan ketertelusuran lahan secara spesifik sesuai EUDR. SVLK tetap relevan sebagai bagian dari bukti kepatuhan hukum (legal compliance) dalam proses due diligence.


Demikian pula dengan sertifikasi seperti FSC® (Forest Stewardship Council). Meskipun dapat membantu menunjukkan sustainable sourcing dan ketertelusuran, FSC juga belum sepenuhnya mencukupi tuntutan EUDR. Data geolokasi lahan asal dan proses DDS oleh operator (eksportir/importir) tetap menjadi keharusan.


Langkah Praktis Menghadapi EUDR untuk Pelaku Industri Mebel dan Kerajinan

Untuk memastikan kesiapan menghadapi EUDR, pelaku industri diharapkan melakukan beberapa persiapan kunci:

  • Identifikasi Asal Bahan Baku: Pahami secara jelas asal-usul kayu dan bahan baku lainnya (hutan, perkebunan, dll.).

  • Pengumpulan Data Geolokasi: Kumpulkan bukti lokasi lahan asal bahan baku, minimal dalam bentuk koordinat GPS.

  • Perkuat Sistem Dokumentasi Rantai Pasok: Pastikan seluruh alur dokumen dari supplier bahan mentah hingga produk jadi tercatat dengan rapi dan dapat dilacak.

  • Pahami Mekanisme DDS: Jalin komunikasi erat dengan buyer atau importir di Eropa untuk memahami pembagian tanggung jawab dalam penyusunan DDS.

  • Pertimbangkan Sertifikasi Tambahan: Sertifikasi seperti FSC atau PEFC dapat menjadi nilai tambah yang signifikan.

Bagi pelaku industri yang sudah memiliki pengalaman ekspor ke Uni Eropa, penting untuk melakukan audit kembali rantai pasok dan memperkuat sistem dokumentasi yang ada.


Rekomendasi Strategis untuk Kesiapan Industri

Untuk mendukung kesiapan seluruh pelaku industri, berbagai pihak, termasuk asosiasi seperti HIMKI, dapat berperan aktif:

  • Pembentukan Tim Asistensi EUDR: Menyediakan tim khusus untuk memberikan panduan dan bantuan teknis kepada pelaku industri.

  • Fasilitasi Pelatihan: Mengadakan pelatihan mengenai Due Diligence Statement (DDS), pemetaan, dan pendampingan ketertelusuran (traceability).

  • Mendorong Digitalisasi Rantai Pasok: Mengembangkan sistem digital berbasis geolokasi untuk jejak suplai bahan baku.

  • Kolaborasi dengan Pemerintah: Berkoordinasi dengan Kementerian terkait seperti KLHK dan Kemendag untuk memperkuat pengakuan SVLK sebagai alat bantu yang lebih efektif dalam memenuhi EUDR.


Menghadapi EUDR, kesiapan dan pemahaman mendalam tentang regulasi ini adalah kunci. Meskipun SVLK sangat penting, ia perlu dilengkapi dengan data geolokasi sumber bahan baku dan sistem Due Diligence yang kuat. Pelaku industri mebel dan kerajinan Indonesia perlu segera membangun sistem ketertelusuran dan dokumentasi yang andal untuk memastikan produk-produk berkualitas tinggi dari Indonesia dapat terus bersaing dan memimpin di pasar global.


Komentar


bottom of page