Tarif Resiprokal AS Ancam Daya Saing Mebel Indonesia, HIMKI Dorong Diplomasi dan Transformasi Industri
- HIMKI Pusat

- 1 hari yang lalu
- 2 menit membaca

JAKARTA, 28 Oktober 2025 – Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) memberikan pandangan analitis terkait potensi penyesuaian tarif resiprokal (reciprocal tariffs) oleh Amerika Serikat (AS) terhadap negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Kebijakan ini, yang diterapkan melalui Executive Order 14257 sejak April 2025, mematok tarif impor AS berdasarkan defisit dagang/imbalan tarif, bukan hanya tarif yang diterapkan negara lain. HIMKI menegaskan bahwa kebijakan ini secara potensial akan mengubah peta perdagangan ekspor produk mebel dan kerajinan ke AS.
Publikasi menunjukkan bahwa Indonesia dan Malaysia tercatat dikenai tarif resiprokal AS sekitar 19%. Artinya, bila tidak ada pengecualian atau perjanjian khusus, eksportir mebel dan kerajinan Indonesia harus memperhitungkan bahwa tarif dasar AS untuk produk asal Indonesia berada di level sekitar 19%.
Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, menekankan bahwa tarif tambahan sekitar 19% ini membuat produk Indonesia ke pasar AS menjadi lebih mahal dibandingkan jika tarifnya 0%. Untuk industri mebel dan kerajinan yang memiliki margin tipis atau bersaing di segmen menengah, ini bisa menjadi hambatan nyata.
Risiko dan Peluang di Tengah Persaingan ASEAN
Jika negara-negara ASEAN lain seperti Vietnam, Thailand, Kamboja, atau Malaysia berhasil memperoleh tarif yang lebih rendah atau bahkan 0% untuk produk yang diekspor ke AS, maka mereka akan menjadi lebih kompetitif dibandingkan Indonesia yang tarifnya tetap tinggi.
Risiko: Indonesia berisiko kehilangan kompetitif relatif jika negara pesaing memperoleh tarif lebih rendah. Hal ini dapat mendorong buyer AS beralih ke sumber lain yang tarifnya lebih rendah, atau menuntut margin lebih kecil dari eksportir Indonesia, sehingga menekan keuntungan perusahaan. Pergeseran pangsa pasar dari Indonesia ke negara ASEAN yang lebih "tarif-friendly" ke AS dapat terjadi, khususnya untuk produk mebel dan kerajinan yang sensitif terhadap biaya logistik dan tarif.
Peluang: Bagi pabrikan/eksportir mebel dan kerajinan Indonesia yang berbasis ASEAN supply chain, ada peluang untuk "mengalihkan" bagian produksi ke negara yang mendapat tarif lebih rendah. Ini dapat membuka opsi kerja sama lintas negara ASEAN.
Strategi HIMKI hadapi Tarif Resiprokal AS: Memperkuat Keunggulan Non-Tarif
Meskipun tarif menjadi elemen tambahan biaya, HIMKI menekankan bahwa tarif bukan satu-satunya faktor. Indonesia tidak otomatis kehilangan peluang ekspor ke AS. HIMKI mendorong agar Indonesia memanfaatkan keunggulan kompetitif lain (desain, kualitas, merek, niche high-end) dan memperkuat posisi di segmen yang tidak hanya bersaing melalui harga semata.
Strategi yang diusulkan oleh HIMKI dan yang perlu diperjuangkan bersama pemerintah meliputi:
Diplomasi Tarif dan Pengecualian: Pemerintah (melalui Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan perwakilan di AS) perlu memperjuangkan penurunan tarif atau pengecualian produk tertentu agar Indonesia bisa memperoleh skema "tarif rendah/0%".
Penguatan Non-Tarif: Indonesia harus memperkuat keunggulan non-tarif seperti desain, kualitas, merek, story telling kerajinan, diferensiasi produk, layanan aftermarket, kecepatan pengiriman, serta sertifikasi dan standar AS.
Diversifikasi dan Integrasi Regional: Meskipun AS sangat penting (menyumbang sekitar 54% ekspor mebel dan kerajinan Indonesia), Indonesia harus tetap menjaga pangsa pasar AS sambil memperkuat ekspor ke Eropa, Jepang, Australia, dan pasar baru lainnya. Perlu dipertimbangkan strategi kerja sama antar-ASEAN, misalnya Indonesia menjadi pusat desain dan premium branding, sementara bagian harga sensitif dikerjakan di negara tarif lebih rendah.
Efisiensi Rantai Pasok: Meningkatkan efisiensi logistik, rantai pasok, dan integrasi regional ASEAN untuk menekan biaya total dari produksi hingga ekspor ke AS.
Fokus Segmen Premium: Memperkuat kemampuan eksportir agar bisa memindahkan fokus ke segmen premium atau niche (desain khas Indonesia, kerajinan autentik, custom made) sehingga tarif 19% dapat "terbayar" melalui margin yang lebih tinggi.


























Komentar