PMI Manufaktur Kembali Kontraksi pada Juni 2025, HIMKI Ungkap Pemicu di Sektor Mebel dan Kerajinan
- HIMKI Pusat
- 1 Jul
- 2 menit membaca

JAKARTA, 1 Juli 2025 – Aktivitas sektor manufaktur Indonesia kembali mengalami tekanan pada Juni 2025. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global tercatat sebesar 46,9 pada Juni 2025, angka ini menurun dari 47,4 pada Mei 2025. Dengan posisi di bawah ambang batas netral 50,0, indikator ini menunjukkan bahwa sektor manufaktur masih berada dalam fase kontraksi.
Menanggapi kondisi ini, Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, membeberkan sejumlah faktor yang menjadi penyebab terjadinya kontraksi PMI Manufaktur, khususnya di sektor mebel dan kerajinan.
"PMI Manufaktur Indonesia yang kembali turun ke 46,9 pada Juni 2025 menegaskan bahwa sektor industri masih menghadapi tekanan yang cukup serius," ujar Sobur kepada Kontan, Selasa (1/7).
Tiga Faktor Utama Penyebab Kontraksi PMI Manufaktur
Menurut HIMKI, terdapat tiga faktor utama yang berkontribusi terhadap pelemahan ini:
Melemahnya Permintaan Global: Ini menjadi penyebab krusial, terutama dari pasar ekspor utama seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Pasar-pasar ini masih terpengaruh oleh kondisi geopolitik, isu tarif, dan penyesuaian inventori oleh buyer. Berdasarkan catatan HIMKI, ekspor mebel dan kerajinan Indonesia sebagian besar memang ditujukan ke pasar AS dan Uni Eropa. Pada tahun 2024, total ekspor mebel dan kerajinan Indonesia mencapai USD 2,6 miliar (dengan kontribusi mebel USD 1,93 miliar dan kerajinan USD 673,34 juta). Untuk kelompok furnitur/mebel, 54% ditujukan ke pasar AS dan 20% ke pasar Uni Eropa. Sementara untuk kerajinan, 41,5% diekspor ke AS dan 20,3% ke Uni Eropa.
Tingginya Biaya Produksi: Fluktuasi harga bahan baku, biaya energi, dan beban logistik yang tinggi secara signifikan memengaruhi biaya produksi industri.
Ketidakpastian Kebijakan: Transisi pemerintahan baru, harmonisasi kebijakan fiskal-moneter, serta penyesuaian kebijakan impor-ekspor turut memengaruhi kelancaran rantai pasok dan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha.
Dampak pada Sektor Mebel dan Kerajinan
Abdul Sobur menjelaskan bahwa pelemahan indeks PMI Manufaktur ini telah dirasakan langsung oleh pelaku usaha di sektor mebel dan kerajinan, khususnya yang berorientasi ekspor. "Di sektor mebel dan kerajinan, tren pelemahan juga mulai terasa, terutama di pelaku ekspor. Beberapa produsen besar mencatatkan penundaan order dan revisi kuantitas pengiriman, akibat buyer utama menahan stok. Sementara pasar domestik masih relatif stabil, tetapi tertekan daya beli masyarakat," tambahnya.
Saat ini, HIMKI memperkirakan rata-rata utilitas pabrik industri mebel dan furnitur nasional berada di kisaran 60–70%. Beberapa unit usaha besar yang sangat bergantung pada ekspor ke AS bahkan mengalami penurunan utilisasi di bawah 60%. Sementara itu, produsen yang fokus pada proyek domestik dan pasar ritel masih mampu bertahan di kisaran normal.
Sentimen Positif dan Harapan HIMKI ke Depan
Meski menghadapi tantangan, HIMKI melihat beberapa sentimen positif yang dapat mendorong pemulihan PMI Manufaktur ke depan, antara lain:
Kebijakan Fiskal dan Insentif: Kebijakan fiskal yang mendukung serta insentif bunga pinjaman murah (di bawah 6%) untuk mendorong produksi, khususnya di sektor padat karya.
Pembukaan Pasar Alternatif: Terbukanya pasar alternatif di emerging market, Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika sebagai strategi untuk menutupi pelemahan di pasar tradisional.
Peningkatan Kepercayaan Investor: Stabilnya transisi pemerintahan dan komitmen pemerintah dalam menjaga iklim usaha diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor.
Percepatan Proyek Strategis: Realisasi proyek strategis nasional, seperti pembangunan IKN, dan percepatan belanja pemerintah dapat mendorong peningkatan permintaan furnitur domestik.
"HIMKI berharap pemerintah fokus menjaga daya saing ekspor lewat tarif preferensial, insentif logistik, dan deregulasi yang tepat sasaran, agar industri mebel dan kerajinan tetap menjadi penopang devisa dan lapangan kerja," pungkas Sobur.
Comments