top of page

Keberlanjutan Industri Padat Karya Adalah Strategi Ketahanan Nasional

Industri Padat Karya

Jakarta, 29 Desember 2025 – Menutup tahun 2025, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyerukan agar keberlanjutan industri padat karya yang berorientasi ekspor ditempatkan sebagai bagian integral dari strategi ketahanan nasional. Langkah ini dipandang bukan sekadar upaya mengejar angka pertumbuhan ekonomi jangka pendek, melainkan komitmen untuk memastikan pembangunan nasional benar-benar berpijak pada aspek kemanusiaan dan pemerataan wilayah.


Ketua Umum HIMKI, Bapak Abdul Sobur, menegaskan bahwa pelajaran penting dari dinamika ekonomi saat ini adalah kekuatan nasional tidak hanya diukur dari angka pertumbuhan, tetapi dari kemampuan negara dalam menjaga jutaan warganya agar tetap bekerja, berdaya, dan bermartabat.

"Kekuatan ekonomi nasional tidak semata diukur dari angka pertumbuhan, tetapi dari kemampuan negara menjaga kehidupan jutaan warganya tetap bekerja, berdaya, dan bermartabat," ujar Bapak Sobur dalam pernyataan resminya pada Senin (29/12/2025).

Beliau menilai industri mebel dan kerajinan merupakan contoh nyata sektor yang mampu tumbuh jauh dari pusat-pusat kota besar. Industri ini hidup di daerah-daerah, menyerap jutaan tenaga kerja, dan menjadi sandaran ekonomi utama bagi keluarga-keluarga di Indonesia. Di balik setiap produk furnitur, terdapat rantai kehidupan panjang yang melibatkan perajin desa hingga komunitas lokal yang menggantungkan harapannya pada industri ini.


HIMKI memandang bahwa dalam situasi global yang fluktuatif, menjaga industri padat karya bukanlah bentuk pemberian subsidi atau perlindungan yang berlebihan, melainkan upaya menjaga keseimbangan sosial. Keberlanjutan industri di daerah secara otomatis menjaga daya beli masyarakat, mendorong mobilitas sosial, dan meredam potensi tekanan sosial secara alami.


Menuju tahun 2026, dunia usaha sangat membutuhkan kepastian arah dan keberlanjutan kebijakan agar industri dapat terus beradaptasi dan meningkatkan daya saing. Dengan iklim usaha yang sehat, industri furnitur Indonesia tidak hanya berkontribusi pada angka ekspor, tetapi juga pada ketenangan sosial dan pemerataan kesejahteraan di seluruh pelosok negeri.


Industri Padat Karya: Peluang Pasar Baru dan Strategi Global 2026

Memasuki tahun 2026, industri mebel dan kerajinan Indonesia melihat peluang pertumbuhan yang kian terbuka seiring dengan pergeseran peta perdagangan global. Selain memperkuat penetrasi di pasar tradisional, kawasan Timur Tengah muncul sebagai sumber permintaan baru yang potensial.


Permintaan ini didorong oleh proyek pembangunan berskala masif di Arab Saudi, seperti Kota NEOM, The Line, dan Red Sea Project. Selain itu, pengembangan kawasan properti, perhotelan, serta mixed-use development di Dubai, Abu Dhabi (UEA), dan Qatar menciptakan kebutuhan yang signifikan terhadap produk furnitur, interior, dan produk kayu bernilai tambah asal Indonesia.


Di sisi lain, peluang di tahun 2026 juga didorong oleh prospek sejumlah perjanjian perdagangan internasional yang telah selesai secara substansi namun masih menunggu proses ratifikasi. Perjanjian tersebut mencakup IEU-CEPA (Uni Eropa), ICA-CEPA (Kanada), serta Indonesia–EAEU FTA (Eurasia).


HIMKI menekankan bahwa percepatan ratifikasi perjanjian-perjanjian tersebut sangat krusial. Hal ini karena akses pasar baru dan penurunan hambatan tarif akan memperkuat posisi produk furnitur dan kerajinan Indonesia secara kompetitif di pasar Eropa, Amerika Utara, hingga kawasan Eurasia. Dengan menjaga ritme industri padat karya, Indonesia tengah membangun fondasi kokoh bagi masa depan bangsa yang lebih stabil dan sejahtera.

Komentar


bottom of page