Kriya: Seni Terapan yang Mendorong Ekonomi Lokal dan Budaya Indonesia
Sekedar pemahaman umum tentang Kriya. Dalam terminologi industri kreatif di Indonesia, kriya merujuk pada bentuk seni terapan yang mencakup berbagai produk hasil keterampilan tangan, yang sering kali memiliki nilai estetika, budaya, dan fungsional.
Kriya dalam industri kreatif biasanya terbagi menjadi tiga kategori utama:
Kerajinan (Crafts): Produk kriya yang dibuat secara manual atau semi-manual, sering kali berakar pada tradisi dan budaya lokal. Contoh produk kerajinan meliputi anyaman, ukiran kayu, batik, tekstil, keramik, logam, dan perhiasan. Produk-produk ini biasanya dibuat dengan keahlian tinggi dan menggabungkan elemen artistik dan budaya.
Furnitur: Bagian dari kriya yang berfokus pada pembuatan perabotan rumah tangga dengan nilai seni tinggi. Furnitur kriya biasanya dibuat dari material alami seperti kayu, rotan, atau bambu, dan dirancang dengan detail yang artistik dan tradisional, sering kali dengan sentuhan kostumisasi yang khas.
Home Decor (Dekorasi Rumah): Produk-produk kriya yang digunakan untuk menghias dan memperindah interior rumah. Ini mencakup berbagai elemen seperti lampu, cermin, patung, hiasan dinding, dan aksesori lainnya. Home decor sering kali menggabungkan fungsi dan keindahan, dengan menonjolkan nilai-nilai artistik dan budaya lokal.
Industri kriya di Indonesia tidak hanya melibatkan estetika dan tradisi, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dengan memberdayakan perajin tradisional dan menggunakan bahan-bahan alami yang ramah lingkungan. Bidang ini yang menjadi garapan kami di HIMKI
Tren Perdagangan Industri Kriya di Tengah Digitalisasi dan Transformasi Teknologi:
Tren perdagangan industri kriya di Indonesia telah mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena digitalisasi dan adopsi teknologi baru. Teknologi seperti cnc router yang bisa mempercepat dan akurasi dalam proses kerja telah membantu perajin kriya memperluas jangkauan pasar mereka, baik secara nasional maupun internasional, melalui platform e-commerce. Produk kriya yang dulunya bergantung pada distribusi fisik kini dapat dipasarkan secara global melalui toko online, media sosial, dan pameran virtual. Namun, meski ada transformasi, produk kriya tetap sangat bergantung pada nilai seni, sentuhan personal, dan aspek budaya, yang membuat pengalaman fisik tetap relevan dan itu bagian paling penting sebagai pembentuk karakter yang khas indonesia
Tren Minat terhadap Pameran Fisik di Era E-commerce:
Pameran fisik masih memiliki tempat penting, terutama untuk produk kriya yang mengutamakan pengalaman visual dan sentuhan langsung. Namun, seperti pameran IFEXÂ ( Indonesia International Furnitur Expo ) menjadi satu yang terbaik di ASIA, ada kecenderungan yang tetap menguat khususnya di IFEX meskipun di global ada penurunan minat terhadap pameran fisik dibandingkan beberapa tahun lalu, bahkan ada yang tutup seperti IFFS Singapore bahkan IMM Koln pameran terbesar di Eropa tahun depan tutup.
Seiring meningkatnya dominasi e-commerce. Dalam lima tahun terakhir, nilai pameran fisik mungkin menurun, tapi tetap ada peningkatan dalam pameran hibrida, di mana aspek fisik dan virtual terintegrasi. Nilai ekonomi dari pameran fisik secara langsung cenderung stabil, namun ada peningkatan dalam nilai transaksi online yang dikaitkan dengan event tersebut.
Kolaborasi Antara Perajin Kriya Tradisional dan Platform E-commerce:
Asosiasi seperti HIMKI telah mendorong kolaborasi dengan e-commerce melalui pelatihan dan pendampingan bagi perajin tradisional. HIMKI memfasilitasi kerja sama dengan marketplace lokal dan internasional seperti Tokopedia, Shopee, Alibaba, dan Etsy untuk memperluas akses pasar. Ini dilakukan dengan membantu perajin mengoptimalkan penggunaan teknologi, mulai dari pemasaran digital hingga pengelolaan logistik dan pembayaran online. Kolaborasi ini juga mencakup promosi bersama, integrasi katalog produk, dan partisipasi dalam event penjualan online seperti Harbolnas.
Tantangan dalam Adopsi E-commerce oleh Industri Kriya:
Tantangan utama bagi industri kriya dalam beralih ke e-commerce meliputi keterbatasan infrastruktur digital di wilayah perajin, minimnya pemahaman teknologi, kurangnya keterampilan dalam pemasaran digital, dan isu logistik terkait pengiriman barang. Pola yang perlu dilakukan untuk menghadapi tantangan ini meliputi:
Pelatihan intensif tentang e-commerce dan pemasaran digital.
Peningkatan akses internet di daerah penghasil kriya.
Kemitraan dengan platform e-commerce dan perusahaan logistik untuk mempermudah pengiriman.
Pembuatan konten berkualitas (foto dan video) yang menarik konsumen di platform digital.
Program Pelatihan HIMKI untuk Perajin:
HIMKI telah melakukan berbagai program pelatihan yang mencakup digitalisasi, pemasaran online, dan pengelolaan bisnis kriya di platform digital. Selain itu, HIMKI juga memberikan akses ke teknologi produksi terbaru, pelatihan desain yang berfokus pada tren global, serta penggunaan media sosial untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Workshop tentang pengemasan, branding, dan manajemen inventaris juga diberikan agar produk kriya lebih kompetitif di pasar digital.
Strategi Expo untuk Menarik Publik:
Pola pameran fisik kini semakin terintegrasi dengan elemen digital, seperti live streaming, tur virtual, dan sesi interaktif di media sosial. Untuk tetap menarik minat publik, pameran harus menawarkan pengalaman yang unik, seperti demonstrasi langsung proses pembuatan kriya, sesi meet-and-greet dengan seniman, dan instalasi interaktif. Tren kunjungan umumnya stabil, bahkan untuk yang datang pada pameran kami IFEX terus meningkat, pameran telah berinovasi dengan menambahkan aspek virtual yang memperluas jangkauan audiens. HIMKI juga mendukung strategi hibrida dengan menggabungkan pameran fisik dan promosi online.
Masa Depan Bisnis Kriya dalam Integrasi Pameran Fisik dan E-commerce:
Masa depan bisnis kriya akan semakin mengarah pada integrasi antara pameran fisik dan e-commerce. Pameran fisik tetap akan relevan dan meningkat karena publik pasar perlu menyentuh, meraba bahkan mencoba aspek ergonomis harus sesuai dll, untuk memberikan pengalaman langsung, namun akan diiringi oleh platform e-commerce sebagai saluran distribusi utama. Kedua elemen ini akan saling melengkapi, di mana pengunjung pameran dapat langsung membeli produk secara online melalui QR code atau link ke marketplace. Integrasi ini juga akan menciptakan ekosistem penjualan yang lebih dinamis, di mana perajin dapat memanfaatkan feedback langsung dari pengunjung pameran sekaligus mengukur performa penjualan digital mereka.
Terima kasih
Abdul Sobur
Ketua HIMPUNAN INDUSTRI MEBEL DAN KERAJINAN ( HIMKI )
Comments