HIMKI Ungkap Dampak Pengenaan Tarif 32% oleh AS bagi Industri Mebel & Kerajinan Nasional
- HIMKI Pusat
- 9 Jul
- 3 menit membaca

JAKARTA, 9 Juli 2025 – Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyatakan bahwa kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengenakan tarif tambahan sebesar 32% pada produk Indonesia, mulai berlaku 1 Agustus 2025, akan berdampak signifikan terhadap ekspor produk industri mebel dan kerajinan. AS hingga saat ini masih menjadi pasar ekspor terbesar bagi sektor ini, dengan kontribusi mencapai sekitar 54% dari total ekspor nasional mebel dan kerajinan.
Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, memperkirakan nilai ekspor mebel dan kerajinan Indonesia mencapai US$ 1,5 miliar – US$ 1,7 miliar pada semester I-2025. Dari jumlah tersebut, ekspor ke pasar AS diperkirakan mencapai sekitar US$ 800 juta - US$ 900 juta. Produk yang dominan mengisi pasar ekspor AS meliputi furnitur kayu, rotan, outdoor furniture, produk dekorasi, serta berbagai produk kerajinan tangan.
Selain pengenaan tarif 32% ini, Abdul Sobur juga menyoroti wacana tambahan tarif impor 10% yang dilontarkan Donald Trump bagi anggota blok ekonomi BRICS. Jika kebijakan ini diberlakukan, Abdul memperkirakan hal tersebut akan membawa dampak langsung yang memengaruhi harga jual produk Indonesia di pasar AS. Kondisi ini berpotensi menyebabkan produk Indonesia kurang kompetitif dibanding negara pesaing seperti Vietnam, Malaysia, Meksiko, India, Italia, dan Tiongkok.
"Dampaknya, pesanan bisa dialihkan ke negara lain yang lebih kompetitif. Pelaku usaha bisa kehilangan pasar, dan serapan tenaga kerja di industri padat karya ini terancam turun," kata Abdul saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (9/7).
Prospek Industri dan Harapan HIMKI
Abdul Sobur menambahkan, pelaku industri mebel dan kerajinan saat ini tengah menanti keputusan dari para pembeli di AS, sekaligus bersiap untuk melakukan negosiasi ulang terkait volume maupun harga. Secara umum, situasi ini menjadikan prospek industri mebel dan kerajinan lebih menantang pada semester II-2025.
Selain tekanan tarif AS, pelaku industri juga menghadapi tantangan fluktuasi permintaan global, kenaikan biaya logistik, serta persaingan regional yang semakin ketat. HIMKI berharap pemerintah Indonesia dapat segera mengambil langkah diplomasi dagang yang proaktif guna menegosiasikan ulang kebijakan tarif ini atau mencari jalan tengah yang menguntungkan.
"Di saat bersamaan, kami mendorong adanya insentif fiskal, stimulus ekspor, serta perlindungan kebijakan bagi industri padat karya agar tidak kehilangan daya saing," ungkap Abdul.
Celah Peluang dan Rekomendasi Strategis HIMKI menghadapi Tarif AS 32%
Di tengah berbagai tantangan, Abdul Sobur masih melihat adanya celah peluang yang dapat menopang kinerja industri mebel dan kerajinan. Peluang tersebut berasal dari tren dekorasi rumah, permintaan produk eco-friendly, serta keunikan kriya Indonesia yang menjadi modal penting untuk tetap bersaing di pasar global.
"HIMKI yakin dengan kerja sama antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha, tantangan ini bisa diubah menjadi momentum transformasi industri mebel & kerajinan Indonesia agar semakin tangguh, naik kelas, dan mampu menembus pasar-pasar baru dengan produk bernilai tambah tinggi," kata Abdul.
Sebelumnya, HIMKI telah menyerukan enam langkah terukur, terintegrasi, dan berkesinambungan untuk meredam gejolak ini:
Diplomasi Tarif Ekspor: Mendorong pemerintah, khususnya Presiden Prabowo, untuk menegaskan kembali posisi Indonesia sebagai mitra strategis jangka panjang AS, siap menjalankan konsep trade balance yang adil dan berkelanjutan.
Strategi Nearshoring: Mendorong kerja sama produksi, finishing, atau joint venture di pasar utama, seperti Amerika Utara atau kawasan terdekat, agar produk Indonesia tetap dapat masuk pasar dengan skema tarif lebih rendah.
Diversifikasi Pasar Ekspor: Mempercepat penyelesaian perjanjian strategis seperti IEU–CEPA dan membuka akses ke pasar BRICS, Timur Tengah, Asia Selatan, Afrika, hingga Oceania melalui penetrasi produk premium dan niche market bernilai tambah tinggi.
Efisiensi Rantai Pasok: Mengajak seluruh pelaku industri untuk menekan biaya produksi dan logistik minimal 10%, memperkuat sertifikasi kualitas, serta membangun brand story yang relevan dengan tren pasar global.
Penguatan Pasar Domestik: Mendorong pertumbuhan pasar dalam negeri sebesar 20–25% dalam tiga tahun ke depan sebagai buffer penting di tengah fluktuasi pasar ekspor.
Akses Insentif Fiskal: Meminta pemerintah untuk memastikan insentif fiskal, pembiayaan ekspor, dan fasilitas pendukung (termasuk pembebasan bea bahan baku dan penyesuaian regulasi rantai pasok) dapat diakses cepat dan tepat sasaran.
Abdul Sobur menegaskan bahwa kebijakan tarif bukan sekadar soal angka, melainkan menyangkut nasib jutaan pekerja dan masa depan industri strategis nasional. "HIMKI siap menjadi mitra strategis pemerintah dalam mendorong pertumbuhan industri mebel dan kerajinan menuju pangsa pasar global. Dengan langkah bersama yang solid, Indonesia bisa menjadi pusat produksi dunia dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional ke level dua digit," pungkasnya.
Komentar