PHK Massal di Industri TPT Bisa Menimpa Industri Mebel dan Kerajinan
Pemutusan hubungan kerja (PHK) massif yang menimpa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) bisa juga menimpa industri mebel dan kerajinan nasional.
Sebab, 'critical point' dari jenis industri ini hampir mirip, terutama dalam hal pasar, yang rentan terhadap gangguan geopolitik dan perubahan kebijakan dari negara tujuan ekspor yang condong sangat protektif, sehingga rentan menimbulkan PHK massal di produsen.
Untuk itu, kami berharap agar pemerintah segera melakukan pencegahan PHK massal itu. Apabila situasi ini dibiarkan terus berlarut, tidak mustahil apa yang dialami industri TPT nasional saat ini bisa merembet ke industri padat karya lainnya, termasuk industri mebel dan kerajinan.
Sebenarnya, menurunnya permintaan global bukanlah satu-satunya penyebab 'anjloknya' kinerja industri TPT akhir-akhir ini, akan tetapi ada faktor lain yang menjadikan industri ini semakin terpuruk.
Di antaranya, masih tergantungnya industri ini pada bahan baku impor, pelemahan rupiah, serta regulasi buka tutup barang jadi yang paling signifikan dampaknya ke sektor industri TPT nasional.
Membanjirnya produk impor di pasar domestik merupakan faktor yang menjadikan industri TPT semakin terpuruk. Selain itu, masih adanya sejumlah regulasi yang kontra-produktif yang sangat berkontribusi terhadap situasi ini.
Sebagai pelaku industri, kami tetap berharap adanya bantuan pemerintah. Tanpa bantuan pemerintah, kami merasa berjalan sendirian.
Padahal, sementara ini, kami masih terus melakukan pengembangan dan penguatan industri mebel dan kerajinan, yang meliputi terjaminnya keberlangsungan supply bahan baku dan penunjang, desain dan inovasi produk, peningkatan kemampuan produksi, pengembangan sumber daya manusia, promosi dan pemasaran, serta pengembangan kelembagaan agar dapat memberikan kontribusi nyata bagi industri mebel dan kerajinan nasional.
Kami semua berharap agar pemerintah memprioritaskan industri dalam negeri, ketimbang industri impor produk dari negara lain.
Selama beberapa tahun terakhir, kami juga merasa kerepotan dengan makin membanjirnya produk impor mebel dan kerajinan dari negara lain dan dengan mudahnya diperjualbelikan secara on line atau market place.
HIMKI mencatat dalam tiga tahun terakhir, impor produk mebel dan kerajinan mencapai USD 1 miliar atau setara dengan Rp16 triliun. Nilai sebesar ini seharusnya menjadi peluang yang sangat potensial bagi industri dalam negeri. Jika kue sebesar itu diserap industri dalam negeri, maka akan membuat industri dalam negeri maju dan berkembang.
Sebenarnya kami merasa bersyukur dengan program TKDN, yang sedang digalakkan pemerintah dan kami berharap agar program TKDN ini dapat menyerap sebanyak mungkin pelaku industri mebel dan kerajinan dalam negeri.
Selain itu, kami berharap agar pemerintah juga memproteksi industri dalam negeri dengan mengeluarkan kebijakan pengetatan impor, khususnya yang berasal dari Tiongkok.
Kami melihat, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan program-program yang mendorong industri untuk tumbuh dan berkembang.
Hal ini tentu sesuai dengan UU Perindustrian yang memprioritaskan industri dalam negeri. Mestinya hal ini yang harus dijalankan.
Namun di sisi lain, ada yang mengeluarkan kebijakan yang justru menekan industri dalam negeri dan memberikan kemudahan bagi investor asing. Untuk mendirikan pabrik di Indonesia yang akhirnya akan memukul balik pemain industri dalam negeri.
Artinya ada dua kebijakan yang saling bertentangan, dan ini perlu segera diselesaikan. Sehingga, industri manufaktur nasional bisa berkembang sebagaimana mestinya.***
Penulis, Ir Edmund Peter Parengkuan MBA,
Ketua DPD HIMKI DKI Jabodetabek dan Managing Director PT Koloni Timur (East Colonial)
SUARAKARYA.ID
Comentarios